Diskusi Perjenjangan Buku
Pada tanggal 22 April 2019 Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengadakan kegiatan diskusi dengan tema "Perjenjangan Buku". Acara yang dimulai pada pukul 13.00 WIB ini diisi oleh empat orang narasumber yakni, Supriyanto selaku Kepala Bidang Pengembangan dan Penyusunan Buku dari Kemendikbud, Najeela Shihab selaku penulis buku dan pemerhati Pendidikan, Rosidayanti Rozalina selaku Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia, dan yang keempat adalah Pangesti Widarti selaku Ketua Satgas Gerakan Literasi Sekolah (GLS) Kemendikbud.
Sejarah lahirnya perjenjangan buku di Kemendikbud berawal pada tahun 2016 diinisiasinya diskusi terpumpun perjenjangan buku yang telah dilaksanakan sebanyak tiga kali. Pesertanya berasal dari kalangan birokrat, akademisi, pagiat literasi, penulis, penerbit, organisasi penerbit, dan LSM. Diundang pula Kementerian/Lembaga lain di luar Kemendikbud.
Acara diskusi ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana sistem perjenjangan buku di Indonesia dan sejauh mana perkembangan literasi hingga sejauh ini. Beberapa materi penting yang dapat saya garis bawahi selama mengikuti kegiatan ini antara lain; berdasarkan UU No.3/2017 tentang sistem perbukuan, jenis buku terdiri atas buku pendidikan dan buku umum. Buku Pendidikan mencakup buku-buku yang digunakan dalam Pendidikan (akademik, profesi, dll) yang terdiri atas buku teks dan non teks. Sedangkan buku umum adalah jenis buku di luar Pendidikan. Selain itu, menurut pasal 30, penerbit berkewajiban mencantumkan peruntukan buku sesuai dengan jenjang usia pembaca.
Beberapa tujuan perjenjangan buku nonteks pelajaran yakni:
- Meningkatkan minat dan kemampuan membaca dengan mempertimbangkan aspek pedagogi dan psikologis.
- Menumbuhkembangkan budaya literasi melalui buku yang bermutu serta tepat guna untuk memberikan pengalaman membaca yang menyenangkan.
- Menjadi acuan penyusunan daftar buku yang direkomendasikan untuk dibaca pembaca sasaran.