True-Best-Friend
Istilah "sahabat sejati akan selalu melekat di hati" mungkin sepintas hanya terdengar basa-basi. Benarkah??
Sejak kecil saya harus mulai membiasakan diri untuk berpindah-pindah tempat, baik itu rumah, sekolah, dan kota. Saya pernah merasakan pindah sekolah saat SD, SMP, dan SMA. Pernah juga merasakan 'hijrah' dari kota satu ke kota lainnya dalam jarak waktu yang relatif singkat. Maka dari itu, secara otomatis semakin banyak tempat dan sekolah yang pernah saya singgahi, maka semakin banyak pula orang-orang yang pernah saya kenal.
Bila mengingat hal tersebut, terkadang saya merasa kesulitan untuk memilih dan memilah mana yang dapat disebut hanya teman biasa dan mana yang dapat dikategorikan sebagai sahabat. Tidak adil rasanya membeda-bedakan status setiap orang, karena tentu saja setiap orang memiliki kenangan yang berbeda-beda pada memori kehidupan saya. Entah itu kenangan baik ataupun kenangan buruk, namun bukan itu yang dapat dijadikan sebagai acuan memberi gelar seseorang sebagai sahabat, karena psikolog mengatakan "sometimes you miss the way it felt, you miss the memories but not the actual person" so, memories are meant to be remembered, because even the bad memories are usually part of something we once thought was good :).
Semasa di bangku sekolah dan kuliah saya dapat dengan mudah memilih orang-orang yang ingin saya jadikan sahabat, dan tentu saja saya memilih mereka yang selalu berada di sekitar saya, mendengarkan segala cerita saya, memberi pertolongan dikala saya membutuhkan, dan selalu menghiasi hari-hari saya dengan canda tawa yang menyenangkan. Namun, ketika sudah mulai memasuki dunia kerja (dunia sesungguhnya) dan hidup terpisah dengan orang-orang yang yang dulu pernah saya anggap sebagai sahabat, tiba-tiba timbul pertanyaan "who's my true bestfriend?" lalu benarkah istilah "friendship is doesn't matter how long you've known each other" entahlah, saya tidak dapat menjawab dengan pasti.
Caggihnya alat komunikasi saat ini ataupun sosial media yang semakin banyak bermunculan merupakan solusi paling ampuh untuk mengatasi perbedaan ruang dan waktu untuk dapat terus menjalin komunikasi. Namun menurut saya komunikasi sesungguhnya bukanlah itu. Ada hal lain yang lebih penting dari sekedar "bertukar kabar secara rutin". Saya tidak dapat selalu memberi kabar dan selalu "berceloteh" tentang kehidupan yang sedang saya jalani.
Saya sadar ada konsekuensi yang harus saya terima ketika saya tak sependapat dengan dunia. Ketika tiba-tiba saya "menghilang" dari segala bentuk komunikasi, mungkin banyak yang berpikir saya telah melupakan mereka. Menurut saya melupakan adalah hal yang paling mustahil untuk dilakukan! namun di kala roda kehidupan berputar tanpa henti saya merasa diharuskan "berlari dengan cepat" sulit rasanya untuk menengok ke belakang hingga tanpa terasa segalanya tak dapat dijangkau kembali.
Saya sadar ada konsekuensi yang harus saya terima ketika saya tak sependapat dengan dunia. Ketika tiba-tiba saya "menghilang" dari segala bentuk komunikasi, mungkin banyak yang berpikir saya telah melupakan mereka. Menurut saya melupakan adalah hal yang paling mustahil untuk dilakukan! namun di kala roda kehidupan berputar tanpa henti saya merasa diharuskan "berlari dengan cepat" sulit rasanya untuk menengok ke belakang hingga tanpa terasa segalanya tak dapat dijangkau kembali.
Maybe true friendship is when two friends can walk in opposite directions, yet remain side by side. Actually, no matter what happened, "I always wishes the best for everyone" *cross my heart*